Teori Awal Sistem Diatonik
Table of Contents
Saat ini telah dikenal berbagai sistem musik yang diterapkan pada kebudayaan-kebudayaan yang berbeda. Sistem yang paling mendasar pada musik adalah tanga nada atau skala nada (tone scale).
Pada kebudayaan-kebudayaan Timur umumnya yang digunakan adalah skala pentatonik, yang artinya penta adalah lima dan tonik adalah nada. Pentatonik adalah sistem skala yang terdiri dari lima nada. Sedangkan dalam kebudayaan Barat dikenal dengan diatonik, dimana dia adalah tujuh. Diatonik adalah skala tujuh nada.
Evolusi awal sistem diatonik dimulai dari pembahasan konsep bilangan Pythagoras dan pengembangannya, formulasi skala nada mayor dan minor, solusi terts Pythagoras dalam alat musik dan komposisi musik.
Konsep Bilangan Pythagoras
Teori bilangan pythagoras berkaitan dengan interval skala diatonik, dan tumbuh bersamaan dengan kelahiran filsafat Barat pada abad ke-6 SM. Bangsa Yunani pada masa itu memiliki keunggulan yang seimbang pada banyak bidang. Konsep dasar estetika mereka adalah keselarasan dan keseimbangan sehingga dalam kesenian mereka terdapat rasionalitas yang terbilang unggul (Bertens 1075, 22).Pythagoras memulai penemuan interval melalui eksperimennya pada monochordatau sebuah alat musik kuno berdawai yang ditala, yang dengan media itu berhasil dirumuskan interval oktaf, kwint dan kwart, dengan cara membagi-bagi dawai secara proporsional (Beardsley, 1966, 27-28).
- Interval pertama atau prime diperoleh dengan membagi dawai-dawai menjadi dua bagian atau dengan perbandingan 1:2.
- Interval kwint diperoleh dengan membagi dawai menjadi tiga bagian, atau 2:3
- Interval kwart diperoleh dengan menjadi empat bagian atau 3:4
Dengan menggunakan rangkaian enam buah kwint maka dapat disusun skala diatonik dengan dua interval sekonde kecil atau semi tone dengan nama latin Limma, dan sekonde besar dengan nama latin Tonus.
Keempat bilangan pertama pada perbandingan Pythagoras berfungsi untuk menghasilkan bilangan 10 dalam suatu segitiga yang disebut tetraktys
Tetraktys mengatakan bahwa nada-nada musikal merupakan gejala fisis yang dikuasai oleh hukum matematis dan sebab itu suatu realitas dapat dicocokkan dengan kategori-kategori matematis dari rasio manusia.
Pythagoras berpendapat bahwa nada-nada musikal dapat dijabarkan ke dalam perbandingan antara bilangan-bilangan sehingga dari hal tersebut ia menarik kesimpulan bahwa segala sesuatu adalah bilangan merupakan unsur yang terdapat dalam segala sesuatu.
Interval adalah jarak dari satu nada ke nada yang lainnya. dari nada pertama ke nada pertama yang lain atau pengulangannya disebut prime (eng. first) dari nada pertama ke nada kedua berurutan tingkat ketinggianya disebut sekonde (eng. second) kemudian diteruskan terts, kwart, kwint, sekt, septime, dan oktaf.
Prinsip bilangan adalah ganjil dan genap, terbatas dan tak terbatas. Oktaf merupakan harmoni yang dihasilkan dengan menggabungkan hal yang berlawanan yaitu 1 dan 2.
Ajaran Pythagoras sejalan dengan konsep keindahan Socrates yang ditulis oleh Plato dalam symposium. Dengan demikian Pythagoras memiliki pandangan yang bertentangan dengan konsep Anaximandros tentang alam bahwa kosmos seluruhnya terdiri dari hal yang berlawanan.
Penyesuaian Interval Pythagoras
Seiring dengan perkembangan musik, orang-orang mulai merasa janggal dengan interval terts besar Pythagoras, hal ini dirasakan karena dalam praktiknya orang sudah cenderung menggunakan trinada pokok seperti yang kita kenal saat ini sebagai Tonika (akor pertama), Dominan (akor kelima) dan Sub Dominan (akor keempat).Pada masa Pythagoras keanehan seperti ini tidak begitu berdampak karena pada waktu itu musik yang berkembang di masyarakat hanya terdiri dari satu suara atau monophony sehingga tidak membutuhkan trinada atau akor.
Formasi teoretis tentang skala murni merupakan reaksi terhadap sistem Pythagoras, seiring pula dengan perkembangan konsep estetik berdasarkan pandangan estetik 3 tokoh Yunani, yaitu Sokrates, Plato, Aristoteles. Aliran filsafat yang berkembang pada saat itu adalah Neoplatonisme yang dicetuskan oleh Marsilio Ficino (1433-1499) yang merupakan penerjemah Plotinus dan karya lengkap Plato pertama ditulis dalam bahasa Latin. Filsafat Ficino adalah gabungan ide-ide dan daya tarik akan keindahan yang merupakan hasrat cinta.
Daya tarik sebagai suatu keindahan ditemukan dalam harmoni yang tersusun dari elemen-elemen seperti kebaikan-kebaikan jiwa, warnawarna serta garis-garis pada benda yang tampak, dan dari bunyi musik (Beardsley, 1966).
Filsuf lain yang semasa dengan Ficino adalah Leon Battista Alberti (1409-1472), Leon Battista Alberti mendefinisikan keindahan lebih merupakan suatu tingkatan harmoni tertentu daripada harmoni sebagai syarat keindahan.
Kedua filsuf ini menyimpulkan bahwa keindahan erat kaitannya dengan harmoni yang terbentuk dari elemen-elemen, dan keindahan merupakan tingkatan tertentu dari harmoni. Demikian juga dengan perkembangan musik, harmoni yang awalnya diartikan sebagai interval-interval melodis yang terbentuk dari angka ganjil dan genap, pada abad ke-15 diartikan sebagai gabungan dari beberapa interval yang dibunyikan secara simultan, sehingga pemikiran estetik pada masa itu sejalan dengan perkembangan musiknya.
Meskipun terts pertamakali diformulasikan oleh Bartolomeo Ramos de Pareia (1440-1491) di Spanyol, efeknya telah tampak sejak masa Yunani, yaitu pada tetrachord. Interval terst murni baru tampak pada tetrachord diatonon Dymus yang lahir tahun 63 SM yang intervalnya sama dengan tangga minor.
Kemudian interval tersebut dijumpai lagi dalam tetrachord diatonon syntonon dari Ptolemaios (100-180 M). Untuk memenuhi tuntutan itu, terts Pythagoras harus digantikan dengan terts murni, atau interval yang dihasilkan dengan menurunkan 1 Koma Dydimus pada ketiga trinada pokok. Dalam ilmu akustika musik interval Dydimus dikenal dengan sebutan syntonische komma (Riemann 1967, 409-414).
Penyesuaian Perbandingan Pythagoras | |||
---|---|---|---|
Simbol | Trinada | Konstruksi | Perbandingan |
I | Tonika | Do:Mi:Sol | 4:5:6 |
IV | Sub Dominan | Fa:La:Do | 4:5:6 |
V | Dominan | Sol:Si:Re | 4:5:6 |
- garis bawah pada ketiga nada tengah konstruksi trinada tersebut menunjukkan bahwa nada terseubt satu syntonische komma
- penamaan nada menggunakan sistem pengucapan volkal (do,re,mi,fa,sol,la,si) agar lebih mudah dipahami
Dengan begitu keberadaan terts murni yang memiliki perbandingan 5/4 sebagaimana terlihat pada tabel di atas, merupakan tingkat perbandingan kelima, yaitu kelanjutan dari tetraktys Pythagoras. Penyesuaian tersebut telah menghasilkan tangga nada murni yaitu tangga nada Pythagoras yang telah mengalami perubahan pada nada ketiga, keenam, dan ketujuh (mi, la, dan si). Jika kedua tangga nada tersebut, yaitu tangga nada murni dan tangga nada Pythagoras dibandingkan maka perbedaannya akan tampak sebagai berikut:
Hasil penurunan terts Pythagoras kemudian dirumuskan menjadi tangga nada mayor oleh Ramos de Pareia dan dituangkan dalam bukunya yang berjudul Music Practica (Bologna, 1482). Ramos de Pareia sebenarnya hanya meneruskan sistem Pythagoras hingga yang keenam. Sehubungan dengan itu sistem Pareiea dikenal dengan sebutan senarius (Sadie, Op. 15, 576-577).
Akor adalah rangkaian nada-nada yang disusun secara vertikal dan dibunyikan secara simultan. akor pertama dibangun di atas nada pertama, demiakian pula dengan akor ke empat dan kelima.