Sejarah Perkembangan Musik
Perkembangan Musik Klasik
Musik klasik sudah ada sejak dahulu dan pada masa sekarang telah berkembang menjadi bermacam-macam bentuk kompleks. Perkembangan musik klasik ternyata memiliki latar belakang sejarah yang panjang dan unik. Sejarah awal musik klasik tidak hanya memiliki hubungan latar belakang dengan konsep-konsep filosofis, tetapi juga dengan konsep-konsep bilangan.
Konsep bilangan tidak hanya menjadi landasan pengembangan musik namun juga memiliki estetika secara umum ( estetika musik ) dan juga dasar pijakan bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern.
Salah satu konsep bilangan pada musik adalah konsep bilangan dasar Tetraktys Pythagoras (abad ke-6 SM), konsep ini sudah terbilang usang dan telah banyak mengalami perkembangan selama berab-adab, hingga akhirnya ditinggalkan dengan ditemukannya konsep-konsep baru yang tidak tergantung dari konsep dasar tersebut.
Awal Mula Musik
Musik pada mulanya dipahami sebagai teori-teori antropologi klasik, khususnya teori evolusi kebudayaan. Tetapi dalam beberapa hal teori evolusi kebudayaan mendapat kecaman dan kritik tajam, karena dikaitkan dengan teori evolusi perkembangan manusia sejak masa purba. Tapi hingga saat ini teori evolusi kebudayaan masih tetap digunakan untuk beberapa keperluan studi sejarah musik. Berikut ini adalah dasar-dasar pengetahuan teori evolusi musik.
Landasan Teoretik Rekonstruksi Sejarah Musik
Pemahaman tentang teori evolusi pada mulanya dikembangkan berdasarkan ilmu Biologi oleh Charles Darwin (1809-1882) dalam The Origin of Species (1859), kemudian menjadi konsep evolusi sosial universal. Pada abad ke-19, teori evolusi telah mempengaruhi pemikiran para cendekiawan dari berbagai bidang ilmu sosial seperti untuk menyelidiki asal mula kelompok keluarga, negara, dan religi.
Teori evolusi sosial memandang bahwa segala sesuatu dalam kehidupan manusia telah berkembang secara lambat dari tingkat-tingkat yang sederhana menjadi kompleks (Koentjaraningrat, 1987: 22-31).
Pencetus tokoh evolusi sosial universal adalah Herbert Spencer dalam The Principle of Sociology (1876) yang berpendapat bahwa kebudayaan manusia telah/akan berkembang melalui tingkat-tingkat evolusi yang berbeda dari satu kebudayaan ke kebudayaan yang lain.
Tokoh lain yang mengikuti Herbert Spencer ialah Lewis H. Morgan (1818-1918) dalam Ancient Society (1877) yang berpendapat bahwa proses evolusi masyarakat manusia melalui tiga tingkat evolusi universal ((sivilisasi) Lowie 1938: 56), yaitu
- Jaman sebelum manusia mengenal keramik (savagery)
- Jaman keramik (masa babarism)
- Jaman ketika orang mulai menulis
Teori Morgan kemudian dijabarkan oleh Koentjaraningrat menjadi beberapa jaman, yaitu (Koentjaraningrat 1987: 44-45):
- Jaman Liar Tua (sejak manusia pertama hingga penemuan api)
- Jaman Liar Madya (hingga penggunaan busur-panah)
- Jaman Liar Muda (hingga pembuatan tembikar)
- Jaman Barbar Tua (hingga bercocok tanam dan berternak)
- Jaman Barbar Madya (hingga pembuatan benda-benda logam)
- Jaman Barbar Muda (hingga mengenal tulisan)
- Jaman Peradaban Purba
- Masa Kini
Saat ini teori-teori tersebut telah dibantah oleh teori-teori baru. Meskipun begitu kerangka berpikir evolusi tersebut telah bermanfaat dalam merekonstruksi sejarah musik walaupun tidak bisa dijamin kebenarannya. Namun teori ini telah digunakan untuk merekonstruksi sejarah alat musik seperti yang digunakan oleh Summerfield (1982) dan Grinfeld (1969) tentang evolusi alat musik gitar dari sejak tahun 1300 SM hingga kini.
Asal Mula Musik
Tak seorangpun mengetahui kapan musik dibuat. Bisa jadi secara alami musik sudah mulai dimainkan ketika pertama kali manusia hadir di muka bumi. Tampaknya bagi masyarakat primitif musik adalah cara alami untuk mengekspresikan emosi-emosi yang mendasar seperti bahagia, marah, cinta, dan juga rasa kagum.
Sebagian dari musik diciptakan khusus untuk mengiringi tari-tarian ritual atau orang bekerja. Ketukan kaki serta tepukan tangan digunakan sebagai instrumen pertama mereka. Secara bertahap orang-orang mulai menemukan cara memproduksi suara (bunyi) yaitu dari cekungan semacam buah labu yang dipukul dengan tongkat atau dengan cara ditiup. Setelah memperhalus bunyi-bunyi itu mereka mulai mengkombinasikan nada-nada dan ritme dengan berbagai cara sehingga lahirlah seni musik.
Tapi pada tahap tersebut seni musik masih jauh dari musik yang sebenarnya atau seni murni (fine art) karena masih dipenuhi dengan dorongan-dorongan emosi primitif. Selama ± 2000 tahun, para musisi memperhalus elemen-elemen musik dengan mengembangkan dan mengorganisasikan ke dalam struktur yang lebih kompleks. Dengan suatu kekuatan dan suasana yang mendramatisir maka tercapailah kondisi musik serius seperti yang kita dengar saat ini (Barry, 1965).
Bila kita perhatikan proses lahirnya seni musik tersebut, maka secara keseluruhan memiliki kemiripan dengan teori evolusi kebudayaan Morgan, yang menyatakan bahwa masyarakat manusia berevolusi melalui tiga tahap perkembangan.
Pada tingkat pertama yang berlangsung sebelum penemuan tembikar, yaitu pada saat ditemukannya api, musik masih sangat sederhana. Pada saat itu, di samping musik dihasilkan melalui penggunaan tubuh mereka sendiri sebagai instrumen, juga dengan memukul benda-benda. Setelah busur dan panah ditemukan timbullah ide untuk mengembangkan alat musik berdawai. Selain itu timbul pula ide untuk membuat musik pengiring upacara ritual sebelum berburu yang gerakan-gerakannya menirukan tingkah laku binatang-binatang.
Pada jaman Barbar, manusia menemukan keramik, yang disusul dengan ketrampilan beternak dan bertani, berkembanglah musik pengiring orang bekerja dan juga pengiring ritual syukuran, misalnya upacara saat panen. Karena pada masa ini orang sudah pandai membuat logam maka dibuatlah alat-alat musik perkusi seperti gong, gamelan, dan sebagainya.
Ketika memasuki tahap sivilisasi, manusia mulai mengenal tulisan sehingga muncullah ide untuk menotasikan dan mempublikasikan musik. Dengan demikian terjadilah interaksi yang baik di antara konsep dan praktik musik. Sejak itu musik klasik mengalami perkembangan dengan sangat cepat hingga mencapai puncaknya dan menjadi berbeda setelah melewati abad ke-20.
Sumber-sumber tertulis, seperti catatan-catatan, notasi musik, maupun teori musik, merupakan pokok-pokok atau dasar dalam penyusunan sejarah musik. Sementara itu relief-relief yang terukir pada dinding gua-gua dan kuburan-kuburan merupakan data-data sekunder.
Data-data musikal tentang musik tertua di Eropa adalah musik Yunani, sementara itu di Timur dikenal Mezopotamia (kira-kira tahun 3000 SM), sedangkan di Asia ialah Cina dan India. Musik klasik atau non-tradisional yang kita kenal sekarang berawal dari Eropa pada abad ke-6 SM. Sebelum masa itu Eropa juga menggunakan alat-alat musik yang sama dengan yang ada di Timur dan Asia, yaitu alat musik petik atau berdawai.
Ide-ide teoretis bangsa-bangsa di luar Eropa pada beberapa abad sebelumnya merupakan warisan yang berharga, namun karena terikat oleh tradisi maka musik serius atau klasik dan juga instrumen-instrumen mereka tidak berkembang terlalu jauh dari aslinya. Meskipun begitu kebudayaan musik di Eropa cenderung sejalan atau menyatu karena antara satu bangsa dengan bangsa yang lainnya senantiasa berinteraksi, musik-musik non-Eropa memiliki varian yang sangat kaya.
Kini idiom-idiom musik ini telah menjadi daya tarik para komponis klasik sebagai bahan komposisi dan penyelidikan ilmuwan-ilmuwan musik. Meskipun tidak terhindar dari keterkaitannya dengan kepercayaan terhadap hal-hal mistis, bangsa Eropa berusaha melepaskan diri dari tradisi yang mengikatnya bahkan mungkin menjadi keyakinan agamanya. Sehubungan dengan itu, dengan konsep pemikiran rasional bangsa Eropa berhasil memformulasikan dan mengembangkan konsep-konsep dasar teori musik. Penemuan-penemuan dalam bidang teori musik kemudian dikembangkan oleh para musisi, maka dengan adanya interaksi di antara penemuan teori musik dan pembuatan musik maka evolusipun terjadi secara bertahap.