Pengertian Pusat Pertumbuhan dan Teori-Teori Pusat Pertumbuhan

Table of Contents

Pengertian Pusat Pertumbuhan

Pusat pertumbuhan adalah suatu wilayah atau kawasan yang memiliki tingkat pertumbuhan sangat pesat sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang memengaruhi atau memberikan imbas terhadap kawasan-kawasan lain di sekitarnya.


Melalui pengembangan kawasan pusat-pusat pertumbuhan ini, diharapkan terjadi proses interaksi dengan wilayah-wilayah lain di sekitarnya.


Contoh pusat pertumbuhan adalah kota Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia yang memiliki akselerasi perkembangan dan pembangunan sangat cepat, secara langsung maupun tidak telah memengaruhi kota-kota satelit yang ada di sekitarnya, yaitu Bogor, Bekasi, dan Tangerang.


Pengembangan kawasan-kawasan yang menjadi pusat pertumbuhan sudah tentu memiliki skala perkembangan wilayah atau regional development yang berbeda-beda.
  • Ada yang berskala nasional, contohnya pusat-pusat pertumbuhan di Indonesia
  • Ada juga yang berskala regional, contohnya
    1. Pusat pertumbuhan Jabotabek, yaitu Jakarta - Bogor - Tangerang - Bekasi
    2. Segitiga Sijori, yaitu Singapura - Johor - Riau
    3. Bopunjur, yaitu Bogor - Puncak - Cianjur

Tahukah kamu !!!
Informasi mengenai keberadaan Jakarta sebagai ibu kota negara dan kota metropolitan dapat Anda kunjungi di situs

Teori-Teori Pusat Pertumbuhan

Ada dua teori tentang pusat pertumbuhan, diantaranya adalah sebagai berikut.
  1. Teori Tempat yang Sentral
  2. Teori Kutub Pertumbuhan


a. Teori Tempat yang Sentral

Teori Tempat yang Sentral atau Central Place Theory pertama kali dikemukakan oleh tokoh geografi berkebangsaan Jerman, bernama Walter Christaller pada tahun 1933.


Christaller mengadakan studi pola persebaran permukiman, desa, dan kota-kota memiliki perbedaan ukuran serta luasnya.


Teori Christaller ini kemudian diperkuat oleh seorang ahli ekonomi berkebangsaan Jerman, bernama August Losch pada tahun 1945.


Christaller mengemukakan Teori Tempat yang Sentral ini bermula dari keinginannya untuk menjawab tiga pertanyaan yang berhubungan dengan kota atau wilayah, yaitu sebagai berikut.
  1. Apakah yang menentukan banyaknya kota ?
  2. Apakah yang menentukan besarnya kota ?
  3. Apakah yang menentukan persebaran kota ?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, dibuatlah konsep jangkauan (range) dan ambang (threshold).


Range adalah jarak yang harus ditempuh seseorang untuk mendapatkan barang atau pelayanan jasa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan threshold adalah jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk kelancaran dan kesinambungan suplai barang.


Christaller membayangkan suatu wilayah dataran yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang persebarannya merata. Dalam kehidupan sehari-hari, penduduk ini membutuhkan sejumlah barang dan jasa, seperti makanan, minuman, aneka barang-barang rumah tangga, keperluan pendidikan, dan pelayanan kesehatan.


Untuk memenuhi kebutuhan hidup, penduduk tersebut harus pergi ke tempat-tempat yang dapat menyediakan barang dan jasa tersebut. Dikarnakan hal tersebut, perlu menempuh jarak tertentu dari tempat tinggalnya ke pusat pelayanan yang memenuhi kebutuhan tersebut.


Jarak dikenal dengan istilah range.

Di lain pihak, pusat-pusat pertokoan atau pelayanan jasa atau produsen yang menyediakan kebutuhan masyarakat sudah barang tentu tidak memiliki keinginan untuk merugi.


Disini harus benar-benar paham, berapa banyak jumlah minimal penduduk atau konsumen yang dibutuhkan bagi kelancaran dan kesinambungan suplai barang atau jasa sehingga tidak mengalami kerugian apalagi sampai mengalami kebangkrutan.


Jumlah minimal penduduk ini dikenal dengan istilah threshold.

Pusat pelayanan yang memiliki threshold kecil, seperti toko makanan dan minuman tidak memerlukan konsumen terlalu banyak untuk menjual beraneka barang dagangannya karena penduduk senantiasa memerlukan barang-barang konsumsi tersebut setiap hari.


Dikarenakan hal tersebut, lokasinya dapat ditempatkan sampai ke kota-kota atau wilayah kecil.


Berbeda dengan pusat pelayanan masyarakat yang ber-threshold tinggi seperti pertokoan yang menjual barang-barang mewah, seperti kendaraan bermotor, barang-barang lux, dan perhiasan.


Dikarenakan barang-barang tersebut relatif lebih sulit terjual maka agar barang-barang tersebut dapat laku dalam jumlah yang cukup banyak perlu dilokasikan di tempat-tempat atau kawasan atau wilayah yang cukup sentral.


Lokasinya di kota besar yang jaraknya relatif terjangkau penduduk di wilayah sekitarnya dan juga terpenuhi batas minimal jumlah penduduk untuk menjaga kesinambungan suplai barang.


Dari pemikirannya di atas muncullah istilah tempat-tempat yang sentral atau central place.

Menurut teori Christaller, suatu pusat aktivitas yang senantiasa melayani berbagai kebutuhan penduduk harus terletak pada suatu lokasi yang sentral.


Lokasi yang sentral adalah suatu tempat atau wilayah atau kawasan yang memungkinkan partisipasi manusia dalam jumlah yang maksimum, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang dan jasa tersebut.


Tempat yang sentral merupakan suatu titik simpul dari suatu bentuk heksagonal atau segi enam.


Wilayah yang terletak di dalam segi enam itu merupakan daerah-daerah yang penduduknya mampu terlayani oleh tempat yang sentral tersebut.


Dalam kenyataan sehari-hari, suatu tempat yang sentral dapat berupa kota-kota besar, rumah sakit, pusat perbelanjaan atau pasar, ibu kota provinsi, ibu kota kabupaten, kecamatan, dan sarana pendidikan.


Setiap tempat yang sentral memiliki kekuatan pengaruh untuk menarik penduduk yang tinggal di sekitarnya dengan daya jangkau yang berbeda. Sebagai contoh, ibu kota provinsi mampu menarik wilayah-wilayah kabupaten dan kota, sedangkan ibu kota kabupaten mampu menarik wilayah-wilayah kecamatan yang ada di sekelilingnya.


Begitu juga ibu kota kecamatan mampu menarik wilayah-wilayah yang lebih kecil.


Hal yang sama juga berlaku bagi pusat pelayanan masyarakat lainnya


tempat sentral

Keberadaan setiap tempat yang sentral memiliki pengaruh yang berbeda sesuai dengan besar-kecilnya suatu wilayah, sehingga terjadilah hierarki atau tingkatan tempat yang sentral.


Sebagai contoh, hierarki kota sebagai pusat pelayanan masyarakat meliputi ibu kota negara, provinsi, kabupaten atau kota, kecamatan, dan desa atau kelurahan.


hierarki tempat sentral

Hierarki Tempat Yang Sentral Berdasarkan Jenisnya

Hierarki tempat yang sentral dapat juga didasarkan atas jenis-jenis pusat pelayanan yang dimilikinya.


Berdasarkan jenisnya, hierarki tempat yang sentral dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu
  1. Tempat Sentral yang Berhierarki 3 (K=3)
  2. Tempat Sentral yang Berhierarki 4 (K=4)
  3. Tempat Sentral yang Berhierarki 7 (K=7)


1. Tempat Sentral yang Berhierarki 3 (K=3)

Tempat sentral yang berhierarki 3 adalah pusat pelayanan berupa pasar yang senantiasa menyediakan barang-barang konsumsi bagi penduduk yang tinggal di daerah sekitarnya.


Hierarki 3 sering disebut sebagai kasus pasar optimal yang mempunyai pengaruh 1/3 bagian dari wilayah tetangga di sekitarnya yang berbentuk heksagonal, selain memengaruhi wilayahnya itu sendiri.


Tempat Sentral K-3

2. Tempat Sentral yang Berhierarki 4 (K=4)

Tempat sentral yang berhierarki 4 disebut juga sebagai situasi lalu lintas yang optimum, artinya di daerah tersebut dan daerah-daerah di sekitarnya yang terpengaruh tempat sentral itu senantiasa memberikan kemungkinan rute lalu lintas yang paling efisien.


Situasi lalu lintas optimum ini memiliki pengaruh ½ bagian dari wilayah-wilayah lain di sekitarnya yang berbentuk segi enam selain memengaruhi wilayah itu sendiri.


Tempat Sentral K-4

3. Tempat Sentral yang Berhierarki 7 (K=7)

Tempat sentral yang berhierarki 7 disebut juga sebagai situasi administratif yang optimum.


Tempat sentral yang berhierarki 7 memengaruhi seluruh bagian (satu bagian) wilayah-wilayah tetangganya, selain memengaruhi wilayah itu sendiri.


Contoh tempat sentral berhierarki 7 diantaranya adalah kota yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan.


Tempat Sentral K-7

Dua Syarat Utama Untuk Menerapkan Teori Christaller Dalam Suatu Wilayah

Agar dapat menerapkan teori Christaller dalam suatu wilayah, dibutuhkan dua syarat utama yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut.
  1. Topografi atau bentuk lahan di wilayah tersebut relatif seragam atau homogen sehingga tidak ada bagian-bagian wilayah yang mendapat pengaruh lereng atau pengaruh lainnya yang berhubungan dengan bentuk muka bumi.
  2. Kehidupan atau tingkat ekonomi penduduk relatif homogen.


b. Teori Kutub Pertumbuhan

Teori Kutub Pertumbuhan atau Growth Poles Theory sering pula dinamakan sebagai Teori Pusat-Pusat Pertumbuhan atau Growth Centres Theory.


Teori Teori Pusat-Pusat Pertumbuhan atau Growth Centres Theory pertama kali dikembangkan oleh Perroux sekitar tahun 1955.


Perroux melakukan pengamatan terhadap proses-proses pembangunan. Menurut Perroux, pada kenyataannya proses pembangunan di manapun adanya bukanlah suatu proses yang terjadi secara serentak, melainkan muncul di tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda satu sama lain.


Tempat-tempat atau kawasan yang merupakan pusat pembangunan disebut sebagai pusat atau kutub pertumbuhan.


Dari wilayah kutub pertumbuhan ini, proses pembangunan akan menyebar ke wilayah-wilayah lain di sekitarnya. Dengan kata lain, kutub pertumbuhan dapat memberikan imbas atau trickling down effect bagi wilayah atau daerah di sekitarnya.